Abi Hurairah (semoga Allah meridoinya) berkata, telah
bersabda Rasulullah Saw., “Barangsiapa pernah melakukan kezaliman terhadap
saudaranya, baik menyangkut kehormatannya maupun sesuatu yang lain, maka
hendaklah dia minta dihalalkan darinya hari ini, sebelum dinar dan dirham tidak
berguna lagi (hari kiamat). (Kelak) jika dia mempunyai amal saleh, akan diambil
darinya seukuran kezalimannya. Dan jika dia tidak mempunyai kebaikan (lagi),
akan diambil dari keburukan saudaranya (yang dizalimi) kemudian dibebankan
padanya.” (H.R. Al-Bukhari)
Saudaraku, kita bukanlah malaikat, yang diciptakan hanya
untuk taat kepada Allah, tidak ada sikap menentang. Kita bukan juga para Nabi
dan Rasul yang ma’sum, terbebas dari dosa. Oleh karena itu pabila kita berbuat
salah, maka segeralah untuk meminta maaf, seperti yang dilakukan para sahabat
Abu Dzar terhadap Bilal
Pada suatu hari, Abu Dzar Al-Ghifari terlibat percekcokan
dengan Bilal. Karena kesal, Abu Dzar berkata, “Engkau juga menyalahkanku wahai
anak perempuan hitam?” Mendengar dirinya disebut dengan anak perempuan hitam,
Bilal tersinggung, sedih, dan marah. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada
Rasulullah Saw. Beliau kemudian menasihati Abu Dzar, “Hai Abu Dzar, benarkah
engkau mencela Bilal dengan (menghinakan) ibunya? Sungguh dalam dirimu ada
perilaku jahiliyah.”
Mendengar nasihat Rasulullah Saw. itu, Abu Dzar tersadar
dari kesalahannya. Segera ia menemui Bilal. Abu Dzar kemudian meletakkan
pipinya di tanah seraya mengatakan, “Aku tidak akan mengangkat pipiku dari
tanah hingga kau injak pipiku ini agar engkau memaafkanku.” Namun Bilal tidak
memanfaatkan momentum ini untuk membalas dendam. Bilal malah berkata,
“Berdirilah engkau, aku sudah memaafkanmu.” Begitulah Abu Dzar dengan mudah dan
berani mengakui kesalahan yang ia lakukan bukan dengan sengaja untuk menghinakan
Bilal.
Then, Rasul lantas menemui sahabatnya Abu Dzar untuk
mengklarifikasi masalah yang diadukan oleh Bilal. Lihat saudaraku, Rasul tidak
lantas menasehati Abu Dzar, namun ia meminta kebenaran, terlihat dari kata-kata
“Sungguh dalam dirimu ada perilaku jahiliyah.” Didahului oleh kata-kata “Hai
Abu Dzar, benarkah engkau mencela Bilal dengan (menghinakan) ibunya” disini
kita juga bisa belajar kepada Rasul dalam proses tabayun (klarifikasi) tidak
semena-mena menerka dan menjatuhkan vonis terhadap seseorang.
And then, mendengar nasehat dari Rasul, Abu Dzar yang
sejatinya tidak ingin lagi jiwa jahiliyah bersemayam dihatinya lagi, ia merasa
tertampar, ia merasa malu pada dirinya, Rasul, dan tentunya pada Allah. Lantas
ia tertatih-tatih menemui sahabat perjuangannya Bilal untuk meminta maaf dan
mengakui kesalahannya. Ia lalu meletakkan pipinya ditanah dihadapan Bilal untuk
meminta maaf. Lihat saudaraku, ia begitu merasa bersalahnya terhadap kata-kata
makian yang sudah dibilangnya tadi.
Jujur, ketika membaca “Aku tidak akan mengangkat pipiku dari
tanah hingga kau injak pipiku ini agar engkau memaafkanku.” Hatiku berdecak
kagum akan Abu Dzar, sangat beda dengan kita sekarang, yang meminta maaf hanya
melalui SMS, email, dan lain-lain.. yah.. begitu banyak manusia bermental cuek
yang bergentayangan disekitar kita, mungkin saja kita juga bermental seperti
itu..
And then, Bilal yang melihat pipi teman seperjuangannya
menempel ditanah, ia tak tega dan memberikan maaf kepada Abu Dzar “Berdirilah
engkau, aku sudah memaafkanmu.”, karena Rasulullah pernah bersabda “Barangsiapa
menahan kemarahan, padahal ia mampu memuntahkannya, maka Allah kelak
memanggilnya di hadapan para makhluk hingga Allah memperkenankan kepadanya
untuk memilih bidadari yang dia kehendaki.” (HR. Abu Daud, at-Tirmidzi, Ibnu
Majah, dihasankan oleh al-Albani)
Semoga kisah Abu Dzar dan Bilal (semoga Allah merahmati
mereka) menjadi inspirasi dalam berinteraksi terhadap sesama. Mengakui
kesalahan dan Memberikan maaf itu adalah sunnah Rasul. Ayo yang lagi punya
kesalahan terhadap temannya, segera meminta maaf kepadanya, jangan sampai kata
maaf itu terlambat untuk diucapkan, karena pabila terlambat, hanya menjadi
suatu yang percuma, dan segala yang telah menjadi percuma atau sia-sia hanya
memunculkan rasa sakit dalam hati. Dan bagi yang mempunyai teman yang punya
kesalahan padamu, ayo berikan maaf, jangan bersikap angkuh dan cuek, karena
memberikan maaf itu lebih baik ketimbang meminta maaf. Selayaknya tangan diatas
lebih baik dibandingkan tangan dibawah.
Terakhir taujih Rabbani insya Allah semakin meneguhkan
sikap.
“…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah
kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)
*kalau saya ada salah, mohon diberikan maaf. Dan pabila kamu
ada salah, saya sudah memberikan maaf terlebih dahulu. Afwan Jiddan.*